Televisi Yang Pernah Angkat Orang Jadi 'sultan'
Televisi tabung 21 inch berwarna hitam milik Handoyo Putra kumat lagi. Ada kalanya televisi ‘gemuk’ milik Handoyo mogok kerja ketika tengah dipakai. Seakan protes lantaran usianya yang sudah tua.Ketika gambar di layarnya memudar, Handoyo biasa mengeluarkan jurus jitu. Dengan tangannya, beliau beberapa kali mengetok bagian belakang televisi. Niscaya gambar di layar akan ada kembali. Namun terdapat saatnya jua cara itu tidak mempan.
“Televisi saya ini telah rutin keluar masuk toko servis televisi. Selama masih mampu dibetulkan aku gunakan aja terus,” tawa Handoyo.Di tengah serbuan televisi super tipis nan sophisticated, Handoyo permanen teguh menggunakan televisi lamanya. Apalagi pemerintah tengah menargetkan peralihan penuh siaran analog ke digital yg menjanjikan kualitas gambar yg lebih bersih pada dua November 2022. Posisi televisi tabung akan semakin tergerus.
Tetapi, televisi berasal Jepang merk Hitachi miliknya menyimpan kenangan tersendiri. Setidaknya televisi itu yg sebagai saksi waktu Handoyo pertama kali membentuk perahu rumah tangga menggunakan oleh istri. Televisi itu jadi televisi pertama yg dia beli waktu masih menjadi pengantin baru.
“Padahal istri aku sudah geregetan mau jual televisinya ke tukang loak. Tapi jangan galat, televisi ini awet lho. Semua komponennya asli Jepang. Nggak kayak televisi jaman sekarang cepat rusak,” kata Handoyo yang mempunyai bisnis toko elektro ini.
Bagi Handoyo yang lahir di tahun 60an, kehadiran televisi tabung dengan antena berbentuk V, meski wujudnya kinidipercaya kuno, adalah sebuah kemewahan. Handoyo pernah melewati masa menonton televisi berlayar hitam-putih atau pada waktu dia harus menunggu hingga sore hari untuk menantikan mulainya siaran televisi.
Jauh sebelum era digital berkembang di Indonesia, menonton televisi menjadi sebuah aktivitas yang sangat langka dan mahal. Alasannya lantaran pada saat itu orang yang mempunyai televisi jumlahnya hanya sedikit. Bisa ditebak, orang yang memiliki televisi pada tempat tinggaladalah ‘sultan’ di zamannya.Lantaran aku pecinta badminton, dulu senang nonton pertandingan bulutangkis kalau ada Lim Swie King."
“Waktu dulu saya masih tinggal pada Semarang. Di tempat saya tinggal itu cuma terdapat satu dua orang yg punya televisi. Kalau sudah mendekati jam tayang, tetangga akan berkumpul pada pemilik tempat tinggalyg punya televisi ramai-ramai,” ujar Handoyo.
Di zaman orde baru, kebiasaan nobar alias nonton bareng telah jadi hal biasa. “Cuma lantaran kasus televisi bisa untuk hubungan antar tetangga jadi akrab, nggak kayak kinipada cuek-cuek.”
Tampilan televisinya pun belum berwarna alias hitam putih. Saat itu PLN belum terdapat. Sehingga bila ingin dihidupkan wajibmemakai aki lantaran aliran listrik baru menyala ketika malam hari saja. Aki wajibdiisi dayanya setiap dua hari sekali. Kalau aki habis, gambar pada televisi akan bergoyang & gambar seketika menghilang.
“Kita yg nggak mampu beli televisi terkadang bayar iuran buat isi aki,” tutur Handoko.
Siaran televisi juga masih sangat terbatas. Tidak terdapat pula Netflix, Viu, Disney+ atau semacamnya. Saat itu hanya ada TVRI. Di Indonesia, siaran TV pertama baru dilakukan dalam 17 Augustus 1962, bertepatan menggunakan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke XVII.
Pada waktu itu, siaran hanya berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 WIB buat meliput upacara peringatan hari Proklamasi pada Istana Negara. “Karena gw pecinta badminton, dulu sukanonton pertandingan bulutangkis bila ada Lim Swie King,” pungkasnya.
Tontonan televisi tidak tersedia selama 24 jam misalnya sekarang. Ketika TVRI masih berjaya, berdasarkan pagi hingga siang hampir tidak ada siaran. Tayangan kartun umumnya baru ada menjelang sore hari. Sementara hari minggu merupakan hari bikin capek buat pemilik tempat tinggalyang memiliki televisi.
Anak-anak & remaja yg sedang libur sekolah umumnya akan seharian singgah pada dalam tempat tinggalorang yang mempunyai televisi. Meski menonton pada pada ruang keluarga yang sempit, mereka tetap bersemangat. Ketika dihidupkan suara riuh mulai terdengar. Bagi anak-anak melihat gambar sanggup berkecimpung & bersuara saja telah bagaikan keajaiban.
0 Response to "Televisi Yang Pernah Angkat Orang Jadi 'sultan'"
Post a Comment